Minggu, 06 November 2022

Pokok-pokok Pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang Pendidikan

 

Pokok-pokok pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan diantaranya :

1.       Dasar pendidikan adalah “menuntun”

Maksud dari pendidikan yang menuntun ialah bahwa pendidikan harus bisa menuntun segala kekuatan kondrat yang ada pada anak-anak, agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun anggota masyarakat.

Pendidik hanya dapat menuntun tumbuh atau hidupnya kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar dapat memperbaiki lakunya (bukan dasarnya) hidup dan tumbuhnya kekuatan kodrat anak..

KHD  menggagas system among yang dikenal yaitu ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani. Bahwa di depan harus bisa menjadi contoh, di tengah membangun motivasi, dan di belakang melaksanakan dengan baik. Tujuan system among dalam pendidikan ialah agar para siswa selamat dan bahagia sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Pendidik diibaratkan seperti seorang petani yang menanam jagung. Petani hanya dapat menuntun tumbuhnya jagung, ia dapat memperbaiki kondisi tanah, memelihara tanaman jagung, member pupuk dan air, membasmi ulat-ulat atau jamur-jamur yang mengganggu hidup tanaman jagung.

2.       Kodrat anak adalah “merdeka”

Manusia merdeka ialah manusia yang hidupnya lahir atau batin tidak tergantung kepada orang lain, akan tetapi bersandar atas kekuatannya sendiri. Maksud pendidikan yang berguna untuk perikehidupan ialah memerdekakan manusai. Merdeka batin didapatkan memalui pendidikan. Sedangkan merdeka lahir didapatkan melalui pengajaran.

3.       Kodrat anak “bermain”

Bermain merupakan salah satu kodrat anak. Bermain ialah menggabungkan antara pikiran, perasaan, kemauan dan tenaga. Hal-hal tersebut sesungguhnya sudah dimiliki pada diri anak. Permaian anak dapat menjadi bagian dari pembelajaran di sekolah. Beberapa permainan yang dapat dipraktikan di sekolah antara lain permainan congkak, dan permaian gobag sodor. Kedua permainan tersebut dapat menanamkan nilai-nilai strategi dan matematis kepada anak.

4.       Pendidikan yang berpihak kepada anak

Pendidikan hendaknya bebas dari segala ikatan, dengan suci hati mendekati sang anak, bukan untuk meminta suatu hak, melainkan untuk berhamba kepada sang anak. Pokok pendidikan harus terletak di dalam pangkuan ibu bapak karena hanya dua orang inilah yang dapat berhamba kepada anak. Sebab cinta kasihnya kepada anak-anaknya boleh dibilang cinta kasih tak terbatas.

Pemikiran tentang berhamba pada anak ini tercetus dari suatu penyesalan yang dirasakan oleh KHD ketika menghadapi setumpuk pekerjaan yang belum terselesaikan. Tangis Asti yang tiada henti-hentinya dirasakan sebagai suatu hambatan yang mengganggu tugasnya. Lalu dengan serta merta diseretnya anak itu keluar, dan tanpa piker panjang, dibiarkannya asti kecil menangis. Salju yang berjatuhan di jendela tiba-tiba menyadarkan kekalutas pikirannya. Dia lari secepatnya, lalu dibukanya pintu, dan Asti sudah tampak biru, menggigil kedinginan. KHD menyesal. Sambil memeluk anaknya terucaplah kata-kata “kowe bakale dak mulya ake sak lawase”

Pendidikan yang berhamba kepada anak ialah pendidikan yang berpusat kepada murid. Pendidikan yang menempatkan murid sebagai subjek, bukan sebagai objek.

5.       Pendidikan bukan tabularasa

KHD berpendapat bahwa anak bukanlah kertas yang kosong yang bisa digambar sesuai keinginan orang dewasa. Anak lahir dengan kekuatan kodrat yang masih samar-samar. Tujuan pendidikan adalah menuntun anak untuk menebalkan garis samar-samar agar dapat memperbaiki lakunya untuk menjadi manusai seutuhnya. Adapun cara menebalkan laku anak menurut KHD adalah dengan kekuatan konteks diri anak dan sosio kultur atau budayanya.

Untuk menebalkan laku anak sesuai konteks diri anak yaitu adanya tahapan dalam pendidikan anak. Tahap wiraga (0-8 tahun). Tahap ini ada di masa pendidikan PAUD. Tahap ini adalah tahap eksplorasi pengalaman (raga – indra – imaginasi). Tahap wiraga-wirama (9-16 tahun) tahap anak SD kelas 1 – 3. Tahap ini merupakan tahap mengenal dan menguasai teks.  Tahap wiraga-wirama (9 -16 tahun) tahap anak kelas 4 SD dan seterusnya.  Merupakan tahapan untuk memperdalam dan memperluas konteks (keterampilan bertanya).  Tahap wirama (17 – 24 tahun). Tahap anak SMA. Tahap ini merupakan tahap orientasi pilihan hidup (passion)

6.       Pendidikan Budi Pekerti

Budi pekerti, watak, karakter menurut KHD adalah bersatunya (perpaduan harmonis) antara gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan sehingga menimbulkan tenaga atau semangat. Pendidikan harus memadukan cipta rasa dan karsa.

 

Berdasarkan pokok-pokok pikiran KHD tersebut, penulis mempercayai bahwa murid haruslah menjadi subyek dalam pendidikan. Kebutuhan murid merupakan dasar dalam pemenuhan melalui pendidikan. Pendidikan haruslah menuntun murid, menebalkan garis-garis yang dimilikinya, sesuai dengan kekuatan diri dan sosio cultural budayanya.

Dengan mempelajari pemikiran KHD tentang pendidikan, penulis mencoba memahami, menghayati dan menghasilkan perubahan pemikiran. Sebelumnya penulis menganggap murid sebagai subyek. Murid harus mengikuti kemauan pendidik. Jika tidak, maka murid tersebut diberi label murid malas, murid bodoh, dan semacamnya. Dengan memahami pemikiran KHD, penulis tidak lagi menganggap murid sebagai objek. Murid sesungguhnya merupakan subjek. Pendiidkan harus focus memenuhi kebutuhan murid. Pendidik hendaknya berhamba kepada murid.

Untuk itu, penulis ingin menerapkan pokok-pokok pikiran KHD dalam pembelajaran di kelas. Diantara menjadikan murid sebagai subjek. Banyak mengambil bentuk-bentuk permainan dalam menyampaikan materi pembelajaran agar menyenangkan dan sesuai dengan kodrat anak. Mengutamakan pendidikan budi perkerti, dengan melibatkan unsure cipta rasa dan karsa dalam pembelajaran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar