Peran guru dalam menciptakan budaya positif sangatlah besar. Hal ini karena guru merupakan ujung tombak proses pembelajaran. Guru lah yang setiap saat berinteraksi dengan siswa. Interaksi dengan siswa itulah menciptakan suatu budaya. Guru dapat memahami tentang budaya positif terlebih dahulu, untuk kemudian dapat mewujudkannya di sekolah. Hal-hal yang tidak sesuai dengan pembentukan budaya positif, praktik-praktik yang sudah kuno tapi mentradisi selama ini, harus mulai ditinggalkan. Diganti dengan praktik penumbuhan budaya positif yang berpihak kepada anak. Praktik-praktik yang dapat memunculkan motivasi instinsik anak. Sebagai contoh adanya hukuman dan penghargaan. Hal ini akan menjadi candu bagi anak. Bahwa anak akan melakukan sesuatu atau meninggalkan sesuatu karena takut kepada hukuman ataupun karena mengharapkan imbalan. Apabila suatu saat yang ditakuti atau yang diharapkan tidak ada lagi, maka ia pun akan kembali kepada kebiasaan lamanya.
Guru hendaknya memahami tentang teori kontrol, yang menjadi jalan tengah untuk mengatasi perilaku anak, yang berpihak kepada anak. Posisi kontrol ini selanjutnya diterapkan dengan pendekatan restitusi. Dengan ini semua, pembiasaan budaya positif menjadi sesuatu yang menyenangkan untuk dilaksanakan. Budaya positif tidak lagi identik dengan disiplin kaku, yang selalu berbicara mengenai ancaman hukuman dan penghargaan. Ia akan lebih bisa menjadi pendekatan penanganan masalah yang humanis sifatnya.
Kaitannya dengan materi sebelumnya, yaitu filosofi KHD, Nilai dan Peran Guru Penggerak, serta Visi Guru Penggerak, ialah bahwa filosofi KHD merupakan dasar ideologis adanya penerapan budaya positif yang berpihak kepada siswa. Terkait dengan Nilai dan Peran Guru Penggerak, bahwa hendaknya guru penggerak mampu menggerakkan komunitas untuk berperan aktif dalam penumbuhan budaya positif yang berpihak kepada siswa. Sedangkan terkait dengan Visi Guru Penggerak, hendaknya budaya positif ini menjadi prasyarat untuk meraih semua visi Guru Penggerak. Tanpa adanya budaya positif ini, akan sulit kiranya sekolah dan para murid dapat mencapai visi misi serta tujuannya. Dan demikianlah sebaliknya.
Buatlah sebuah refleksi dari pemahaman Anda atas keseluruhan materi Modul Budaya Positif ini dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini:
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Pemahaman saya mengenai konsep ini dalam modul ini, yaitu tentang disiplin positif, adalah bahwa disiplin positif merupakan perilaku-perilaku yang sesuai dengan keyakinan kelas, didasarkan pada norma-norma yang ada. Disiplin dibangun diatas perilaku positif, dengan berpihak kepada murid. Teori kontrol merupakan cara menerapkan disiplin positif yang berpihak kepada murid. Berbeda dengan cara-cara kuno, yang cenderung dapat menghinakan murid di depan teman-temannya. Dengan teori kontrol ini, guru dapat berperan sebagai manajer, untuk menggali potensi murid dalam memecahkan masalahnya sendiri, tanpa melukai harkat dan martabat murid. Hukuman dan penghargaan adalah cara lama dalam penegakan disiplin. Siswa yang melanggar diberi hukuman, siswa yang tidak melanggar diberi penghargaan. Ini akan menjadi motivasi utama murid, sehingga suatu saat tidak ada ini, maka murid akan kembali pada perilaku awalnya. Posisi kontrol guru merupakan kedudukan guru dalam mengatasi masalah. Seorang guru terbaik hendaknya bisa memposisikan diri sebagai manajer. Ia akan menggali potensi siswa dalam memecahkan masalahnya sendiri tanpa melukai harkat dan martabat murid. Kebutuhan dasar manusia merupakan hal-hal dasar yang dibutuhkan manusia. Sebagai contoh misalnya kebutuhan akan kasih sayang, pengakuan. Keyakinan kelas adalah hal-hal baik yang disepakati bersama antara guru dan murid, untuk mendukung keberlangsungan proses pembelajaran berjalan dengan lancar. Berbeda dengan tata tertib siswa yang cenderung dibuat oleh sekolah diterapkan untuk siswa, keyakinan kelas ini dibuat oleh siswa dan ditaati bersama. Ini akan lebih ekektif untuk dilaksanakan. Segitiga restitusi merupakan langkah dalam memecahkan masalah. Kesemuanya ini menarik bagi saya, sebab memberikan refrensi cara-cara baru dalam mewujudkan budaya positif di sekolah, dengan cara-cara yang sangat berpihak kepada murid.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Saat mempelajari modul ini, perubahan besar ada di diri saya. Selama ini saya mengenal penegakan disiplin dengan hukuman dan penghargaan. Anak yang berperilaku tidak sesuai diberi hukuman, Anak yang berprestasi diberi penghargaan. Ternyata ini salah. Ada cara yang lebih baik, yang dapat menimbulkan motivasi instrinsik dalam diri siswa, sehingga tumbuhnya budaya positif dalam diri anak, menjadi langgeng. Inilah yang kedepan ingin saya praktikan, dalam pembentukan budaya positif di kelas.
Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman saya yang pernah saya alami selama ini, belum sesuai dengan penerapan budaya positif yang ada di modul ini. Saya masih mempraktikkan cara-cara lama. Misalnya pemberian hukuman bagi murid yang melakukan pelanggaran, dengan menceramahi di depan anak-anak yang lain. Ini ternyata bisa melukai harkat martabat anak. Kedepan, saya harus meninggalkan cara-cara ini, dan beralih menggunakan teori kontrol, segitiga restitusi, untuk menangani perilaku anak yang kadang tidak sesuai. Saya juga belum pernah mempraktikan membuat keyakinan kelas. Saya masih menggunakan tata tertib sekolah sebagai rambu-rambu di dalam interaksi dengan para murid.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Perasaan saya, selama ini mempraktikan hal yang salah, tentu merasa bersalah. Bahwa saya menangani anak-anak dengan cara yang salah. Saya belum bisa membangun budaya positif dengan sumber kekuatan intrinsik anak, akan tetapi dengan hukuman dan penghargaan. Kedepan saya akan berubah mempraktikan teori kontrol segitiga restitusi dalam membangun budaya positif. Keyakinan kelas juga menjadi jalan saya dalam menumbuhkan budaya positif anak.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Hal-hal yang selama ini sudah baik misalnya tentang disiplin yang saya contohkan kepada anak-anak. Saya mengajar selama ini dengan tepat waktu. Berusaha memberi contoh kepada anak-anak tentang disiplin waktu. Sedangkan hal-hal yang masih perlu diperbaiki ya sebagaimana diuraikan sebelumnya, tentang cara-cara menangani masalah disiplin, yang berlum sesuai dengan filosofi KHD yaitu berpihak kepada anak.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum mempelajari modul ini, posisi saya dalam menangani murid belum lah sebagai mana mestinya. saya sering berada pada posisi pemberi hukuman, atau paling ringan saya ada di posisi sebagai pembuat rasa bersalam. Ternyata ini salah dalam penanganan murid. Saya merasa sangat bersalah dalam hal ini telah melaksanakan kekeliruan. Setelah mempelajari modul ini, saya harus bisa menjadi seorang manajer atau paling tidak menjadi pemantau. Saya harus mampu menggali potensi anak untuk menyelesaikan sendiri masalahnya. cara-cara yang seperti ini adalah cara yang mulai, yang tetap menjaga harkat martabat anak di depan teman-temannya, meskipun telah berbuat kesalahan.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Sebelum mempelajari modul ini, saya belum pernah mempraktikan segitiga restitusi. Alih-alih mempraktikan, saya pun belum tau tentang segitiga restitusi dikala itu. Itulah saya menyadari pentingnya belajar. Di program guru penggerak ini, saya bersyukur mendapatkan pengalaman belajar dalam menangani permasalah anak, termasuk diantaranya segitiga restitusi ini. Kedepan ingin saya mempraktikannya.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Selain konsep di modul ini, hal-hal yang penting untuk memerapkan budaya positif di lingkungan kelas dan sekolah, antara lain adalah komitmen bersama. Tanpa adanya komitmen bersama ini, akan sulit untuk mewujudkan suatu budaya positif. Semua pihak perlu memahami pentingnya budaya positif untuk mencapai visi misi sekolah. Dan pentingnya semua pihak untuk bersama-sama terlibat dalam mewujudkan budaya positif ini di sekolah.
